Beras Kuning menempati tempat istimewa dalam kebudayaan penduduk Nusantara. Hampir semua suku di Nusantara mempunyai budaya yang menggunakan beras kuning. Suku Dayak Ma’anyan merupakan salah satu suku yang menggunakan beras kuning untuk sarana upacara. Melalui beras kuning, mereka bisa memanggil roh nenek moyang untuk membantu menambah kekuatan ketika sedang bertarung untuk mempertahankan diri.
Tidak sembarang orang bisa menebar beras kuning untuk mendatangkan kekuatan. Hal itu dilakukan oleh balian atau kepala suku. Karena di dalam beras kuning sudah dibacakan mantra, bersemayam roh-roh halus seperti roh Putri Selong dan Raja Angkring.
Tidak heran jika terjadi pertarungan, seringkali terjadi hal-hal seperti mandau terbang menebas leher lawan. Tidak hanya itu, kekuatan orang-orang Ma’anyan yang sedang bertarung pun berlipat ganda sehingga menambah semangat dan keberanian untuk menghadapi musuh-musuhnya.
Suku Melayu pun menggunakan beras kuning dalam upacara tepung tawar. Upacara ini dilakukan untuk menyatakan rasa terimakasih kepada Tuhan Semesta Alam karena sudah sembuh dari sakit, lulus ujian, acara perkawinan, dan terhindar dari kemalangan.
Suku Bnjar menggunakan beras kuning untuk mengobati kapidaraan. Yaitu tangis tidak terhenti karena teguran roh penghuni kuburan atau tempat angker. Upacara kecil ini dilaksanakan oleh dukun melalui tumbuhan janar yang diparut dalam piring beras hingga berwarna kuning serta sedikit kapur sirih untuk ditorehkan kepada bayi atau anak kecil yang sedang mengalami kapidaraan.
Lain halnya dengan suku Sunda yang menggunakan beras kuning untuk saweran dalam acara perkawinan. Sawean biasa dilakukan menggunakan uang logam dan beras kuning, dimana beras kuning akan ditaburkan ke pengantin, dan uang logam tetap di bejana. Sepanjang acara saweran ada yang menyanyikan kidung-kidung Sunda untuk sepasang pengantin. Beras kuning melambangkan bagaimana kehidupan pengantin akan menjadi kebanggaan keluarga.
Suku Jawa juga menggunakan beras kuning untuk upacara tedak siti. Upacara bagi anak yang baru lahir dengan cara menebar beras kuning yang sudah dicampur dengan uang logam. Upacara ini menggambarkan agar anak kelak menjadi orang dermawan.
Comments
Post a Comment